Tersebutlah sebuah desa yang bernama Desa Gemah Ripah. Di sana ada salah satu penduduk yang kaya raya bernama Haji Rangkaya. Kekayaannya seolah-olah tidak pernah habis untuk tujuh turunannya. Namun anehnya baik Haji Rangkaya maupun istrinya memiliki tubuh yang kurus kering dan tampak seperti orang sakit. Meski hidangan makannya laksana makanan raja, tetapi hal itu tidak membuat tubuh mereka menjadi gemuk dan sehat.
Sedangkan tetangganya yang bernama Rangmiskin, tinggal di rumah semacam gubuk dengan banyak kekurangannya. Rumahnya hampir ambruk dan sering bocor kalau sudah hujan turun. Meski begitu, Rangmiskin dan istrinya tampak berbeda. Tubuh mereka gemuk dan sehat, kesehariannya tampak begitu bahagia. Hal ini jelas menimbulkan rasa curiga pada diri Haji Rangkaya. Dia begitu ingin tahu mengapa Rangmiskin bisa seperti itu.
Hingga suatu hari keduanya bertemu dan tak sengaja saling bersenggolan. Pucuk dicinta ulam pun tiba. Haji Rangkaya bertanya pada Rangmiskin, “Hai orang miskin, mengapa tubuh kamu gemuk dan sehat sementara tubuhku yang biasa makan laksana raja tetap kurus kering begini? Apa rahasiamu dan apa makananmu?” Rangmiskin menjawab, “Aku makan seperti biasa, hanya nasi dan telur dari ayam-ayamku. Bahkan terkadang hanya nasi saja. Tapi jujur, bau-bau masakan dari dapurmu sudah melengkapi makananku itu.”
Haji Rangkaya terkejut. Mengetahui hal itu, dia dan istrinya langsung mengadu pada Sang Hakim. Mereka tidak terima dengan kenyataan itu. Intinya, mereka meminta ganti rugi. Setelah mengetahui duduk perkaranya, Sang Hakim memutuskan agar Rangmiskin segera mengganti kerugian Haji Rangkaya sebesar 7 (tujuh) uang keping emas. Rangmiskin terkejut dengan keputusan itu, dan ia hanya diberi waktu selama seminggu.
Dengan susah payah dan bahkan sampai meminjam, seminggu kemudian Rangmiskin berhasil mengumpulkan tujuh uang keping emas. Haji Rangkaya begitu senang karena kekayaannya akan bertambah sementara Rangmiskin begitu amat sedih. Sang Hakim pun menerima uang emas dari Rangmiskin, lalu mengambil sebuah wadah dari besi. Katanya, “Dengarkan ini, Haji Rangkaya.” Sang Hakim menjatuhkan satu persatu uang emas ke dalam wadah besinya hingga keping ketujuh. “Ada tujuh, kan?” tanya Sang Hakim. Haji Rangkaya mengangguk.
“Nah, ambil kembali uang emas ini, Rangmiskin. Dan kau, Haji Rangkaya, sudah lunas hutang Rangmiskin padamu,” ujar Sang Hakim. Haji Rangkaya terkejut dan meminta penjelasan. Sang Hakim pun berkata, “Bau diganti dengan suara. Itulah keadilan.”(https://mencari-keadilan.com/hakim-yang-adil/)
Komentar
Posting Komentar