Langsung ke konten utama

Hakim Militer Tak Wajib Tunduk pada Atasannya


Salah satu calon memiliki harta kekayaan sebanyak Rp6 miliar berupa perhiasan dan beberapa rumah dan apartemen.
ASH


Calon hakim agung dari militer, Letkol CHK Susiani. Foto: ASH
Meski prinsipnya seorang militer wajib taat/tunduk terhadap atasannya, tetapi ketika sudah menjadi  hakim militer tidak wajib tunduk pada atasannya terutama saat mengadili perkara militer. Sebab, selain terikat dengan 8 Wajib TNI dan Sapta Marga, hakim militer juga terikat dengan kode etik dan pedoman perilaku hakim (KEPPH) yang melarang adanya konflik kepentingan dengan atasannya. 

“Di lingkungan instansi militer, anggota militer wajib tunduk pada atasannya. Namun, ketika mengadili perkara di pengadilan militer, hakim militer wajib berpedoman KEPPH, tidak boleh dilanggar,” ujar salah satu calon hakim agung dari militer, Letkol CHK Susiani saat menjawab pertanyaan salah satu Panelis, Iskandar Kamil dalam sesi wawancara terbuka seleksi calon hakim agung di Gedung KY, Senin (25/5/2015).


Menurut Susiani, perintah atasan di lingkungan militer tidak wajib ditaati ketika berhubungan dengan penanganan perkara di pengadilan militer. “Semuanya tergantung perintahnya seperti apa? Kalau perintahnya melanggar aturan (hukum atau etik), hakim militer harus berani mengatakan ’tidak’,” ujar wanita yang tercatat sebagai Dosen Filsafat Hukum di Sekolah Tinggi Hukum Militer Jakarta ini.      

Menurutnya, tidak wajib tunduk pada perintah atasan juga diatur dalam butir kedua Sumpah Prajurit yang berbunyi “Setiap prajurit TNI harus tunduk pada hukum dan disiplin keprajuritan.” Selain itu, dalam butir keempat Sumpah Prajurit, prajurit harus mentaati perintah atasan sepanjang sesuai peraturan perundang-undangan. “Kalau tidak sesuai peraturan, seorang prajurit boleh tidak mentaati perintah atasannya,” tegasnya.   

Sementara calon lainnya, Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Lanny Ramli mendapat pertanyaan tentang bagaimana pertimbangan hukum yang mencerminkan nilai keadilan dalam sebuah putusan. Lanny menjawab dalam pertimbangan hukum putusan. “Unsur apa yang harus dimuat dalam pertimbangan itu?” pancing Ibrahim. “Dalam pertimbangan harus memuat nilai keadilan,” jawabnya lagi.    

Tak puas dengan jawaban itu, Ibrahim menerangkan dalam sebuh putusan hakim seharusnya tak hanya memuat legal argument (pertimbangan hukum) saja, tetapi harus memuat moral argument. “Moral argument ini yang nantinya mencerminkan rasa keadilan,” kata Ibrahim meluruskan.            

Selain itu, dalam sesi wawancara terungkap, Lanny memiliki harta kekayaan sebanyak Rp 6 miliar. “Tadi Pak Panelis lain sudah tanya Saudara punya harta Rp6 miliar, hartanya berupa apa saja dan dari mana?” tanya Panelis Imam Anshori Saleh.

"Sebetulnya saya tidak tahu caranya menghitung. Penghitungan itu perkiraan apabila saya menjual rumah-rumah saya kemudian perhiasan dan segala sesuatu yang saya miliki. Pada waktu itu tidak ada waktu yang cukup menaksir," jawab Lanny. “Itu harga NJOP?" tanya Panelis lainnya, Azyumardi Azra lagi.

Lanny mengungkapkan harta miliknya berupa perhiasan dan sejumlah rumah, dan dua apartemen. Perolehnnya, berasal dari penghasilannya dan warisan orang tuanya. “Rumah di Situbondo itu dari warisan mertua saya. Ada juga tanah yang diberikan kepada anak dari bapaknya. Selain itu, ada dua rumah kos-kosan delapan pintu yang masih dikontrakan,” katanya.    

Di hari terakhir ini, Panelis yang terdiri dari 7 Komisioner KY bersama Hakim Agung Supandi/Iskandar Kamil dan cendiakawan Azyumardi Azra mewawancarai lima kandidat dari kamar TUN dan militer. Selain Eddhi, Panelis mewawancarai Yosran (HT PTUN Surabaya), Ardilafiza (Dosen FH Universitas Bengkulu), Lanny Ramli (Dosen FH Unair Surabaya), dan Susiani (Irdyaumniskum Itdikumad Direktorat Hukum TNI AD).

Sebelumnya, pada hari Sabtu dan Minggu (23-34/5) kemarin, Panelis juga mewancarai 9 kandidat lainnya yakni I Made Hendra Kusuma (Hakim Ad Hoc Tipikor Jakarta), Suhardjono (HT PT Surabaya), Sri Sutantiek (KPT Tanjung Karang), Mulijanto (HT PT Surabaya), Wahidin (HT PT Bandung), Fauzan (Hakim Ad Hoc PHI pada MA), Heru Iriani (WKPT Bengkulu), Sunarto (Kepala Bawas MA), dan Maria Anna Samiyati (KPT Sulawesi Tengah). 

Nantinya, 18 CHA yang telah diwawancarai ini akan disaring lagi menjadi 8 CHA sesuai kebutuhan MA. Selanjutnya, 8 CHA yang dinyatakan lolos seleksi wawancara ini diserahkan ke DPR untuk mendapatkan persetujuan DPR. Delapan lowongan Hakim Agung tersebut adalah 2 orang untuk kamar perdata, 2 orang untuk kamar pidana, 1 orang untuk kamar agama, 2 orang untuk kamar TUN, dan 1 orang untuk kamar militer. (http://www.hukumonline.com/)

Komentar

Top

“Putusan Ganti Rugi 2 M Adalah Putusan Manusiawi”

Postingan populer dari blog ini

“Putusan Ganti Rugi 2 M Adalah Putusan Manusiawi”