Mediasi menjadi solusi cepat bagi kemudahan berinvestasi. Advokat sangat berperan memastikan proses mediasi berjalan menyelesaikan sengketa investasi.
BERITA TERKAIT
Dilatarbelakangi keinginan advokat memberikan kontribusi besar dalam pembangunan nasional, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dipimin Fauzie Yusuf Hasibuan, mengusulkan pembentukan lembaga mediasi investasi. Ide itu disampaikan bersamaan dengan sepuluh tahun usia Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
DPC Peradi Jakarta dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sengaja menggelar seminar “10 Tahun UU Penanaman Modal dan Peran Aktif Advokat dalam Pembentukan Pusat Mediasi Investasi”, di Jakarta Selasa (11/4).
Ketua DPC Peradi Jakarta, Jamaslin ‘James’ Purba, menyebut masalah penyelesaian sengketa investasi penting diperhatikan advokat. “Dalam melaksanakan investment sering juga terjadi dispute, untuk lebih smooth, maka sebaiknya memang dimediasi, jangan langsung dilitigasi, sebab kalau langsung dilitigasi nanti kan bisa melebar kemana-mana,” kata James.
Semangat penyelesaian sengketa investasi melalui mekanisme di luar pengadilan sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Pasal 32 UU Penanaman Modal secara jelas menyebutkan pengggunaan musyawarah dan mufakat dalam penyelesaian sengketa investasi. Namun belum ada regulasi yang secara khusus ‘mewajibkan’ mediasi lebih dahulu jika terjadi sengketa investasi. Yang ada adalah peraturan yang bersifat umum, yakni Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. (Baca juga: 50 PP Telah Lahir, Mana yang Lebih Relevan dengan Anda?).
Gagasan dari DPC Peradi Jakarta itu mendapat sambutan dari BKPM. Riyatno, Kepala Pusat Bantuan Hukum BPKM, mengatakan mediasi sangat baik bagi penyelesaian sengketa investasi dengan pendekatan win-win solution. Apalagi jika sengketa terjadi antara Pemerintah dengan penanam modal (investor). Ia mengakui pilihan arbitrase di luar negeri seringkali menguras sumber daya dan dana yang lebih besar dan sulit diprediksi, sementara litigasi di pengadilan akan menghabiskan waktu yang lebih lama disamping reputasi yang masih rendah dari peradilan di Indonesia. Pemerintah jauh lebih bisa berhemat dari anggaran tidak terduga akibat sengketa investasi. “Kalau bisa dengan mediasi kenapa tidak?,” tegasnya.
Sejumlah pengacara juga mengapresiasi keunggulan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Srimiguna, lawyer yang pernah menjadi Sekretaris Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, meyakini mediasi sangat berguna mengurangi biaya perkara dan kerugian yang harus ditanggung kedua belah pihak.
Srimiguna menceritakan pengalaman menyelesaian sengketa melalui mediasi. Di arbitrase sebenarnya sudah diharuskan membayar 12 miliar rupiah. Tetapi lewat mediasi, kedua pihak bisa deal tanpa bunga dan denda pokoknya pun dikurangi. Eksekusi yang dimintakan ke pengadilan pun urung dilakukan lawan. Semua itu tercapai lewat mediasi.
Menurut dia, keberhasilan mediasi sangat berkaitan dengan kemampuan advokat menjelaskan dengan baik dampak keuntungan bagi kliennya. Seringkali klien sulit diyakinkan karena merasa dalam posisi benar, walaupun jika sengketa diteruskan secara litigasi akan mendatangkan kerugian lebih besar bagi klien itu sendiri.
Johannes C.S-Engel, lawyer dari AKSET Law Firm, juga mengajukan pandangan senada. “Mediasi tidak berhasil karena kepentingan ekonomi yang tidak mau ditawar, para pihak tidak berhasil menurunkan harapan mereka secara ekonomis,” katanya pada hukumonline usai acara.
Toh, ada juga kegagalan mediasi karena prosesnya dipersulit pengacara. Maddenleo T. Siagian, advokat pemilik firma Madden Siagian & Partners, menduga ada advokat yang enggan memaksimalkan mediasi karena berkaitan dengan honorarium. Semakin panjang proses ke pengadilan, honorarium bisa semakin besar. “Juga banyak dipengaruhi oleh peran advokat yang justru memperlama proses, karena mungkin bayaran itu akan lebih banyak ketika dia memperlama proses,” ujarnya. “Sebetulnya yang kita perlu itu adalah untuk mempercepat proses penyelesaiannya, mediasi sangat diperlukan untuk itu,” tambahnya.
Nirmala, advokat muda yang juga dosen di Universitas Bina Nusantara, melihat bahwa mediasi masih diragukan oleh banyak klien karena sifatnya yang sukarela dan masih berpeluang kembali berperkara ke pengadilan. “Sedangkan putusan pengadilan aja yang berkekuatan hukum tetap, masih bisa di-challenge. Kepercayaan orang kurang, karena merasa maunya yang pasti, orang masih belum paham,” kata Nirmala.
Anggapan tentang mediasi untuk menyelesaikan sengketa justru sering pula dianggap klien akan memperlambat proses penyelesaian sengketa karena pada akhirnya akan berujung di pengadilan.
Upaya untuk menjadikan mediasi sebagai solusi cepat sengketa investasi masih menjadi harapan. Peradi melalui acara ini berharap advokat ikut berperan aktif untuk mengedepankan upaya mediasi bagi kliennya meskipun belum ada lembaga atau regulasi khusus yang mendorong penggunaan mediasi dalam sengketa investasi. (Baca juga: Perbaiki Peringkat EODB, Pemerintah Fokus Perbaiki Peraturan Teknis).
Namun pembentukan Pusat Mediasi Investasi itu baru sebatas gagasan yang belum tentu terwujud dalam waktu dekat. “Mohon maaf sampai sekarang memang Bapak Kepala (BKPM) belum memberikan arahan berikutnya khusus untuk pembentukannya,” dalih Riyatno.
Kemudahan dalam berinvestasi sangat dibutuhkan untuk menarik calon investor dari dalam dan luar negeri. Kinerja BKPM selama sepuluh tahun sejak revisi UU Penanaman Modal dirasakan para advokat telah sangat baik dalam melancarkan prosedur perizinan klien mereka yang menjadi investor, terutama investor luar negeri.
Akan tetapi, penyelesaian sengketa investasi yang cukup sering terjadi dalam tahapan selanjutnya belum mendapatkan perhatian sesuai harapan. Padahal perlindungan hukum dalam pelaksanaan usaha juga dibutuhkan para investor disamping kepastian hukum soal prosedur perizinan. Salah satu peserta seminar menanggapi narasumber dengan contoh model Badan Mediasi Asuransi dalam sektor usaha perasuransian yang sangat membantu proses penyelesaian sengketa tanpa perlu melanjutkannya ke pengadilan. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58edeb380fca2/peradi-usulkan-pembentukan-pusat-mediasi-investasi)
DPC Peradi Jakarta dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sengaja menggelar seminar “10 Tahun UU Penanaman Modal dan Peran Aktif Advokat dalam Pembentukan Pusat Mediasi Investasi”, di Jakarta Selasa (11/4).
Ketua DPC Peradi Jakarta, Jamaslin ‘James’ Purba, menyebut masalah penyelesaian sengketa investasi penting diperhatikan advokat. “Dalam melaksanakan investment sering juga terjadi dispute, untuk lebih smooth, maka sebaiknya memang dimediasi, jangan langsung dilitigasi, sebab kalau langsung dilitigasi nanti kan bisa melebar kemana-mana,” kata James.
Semangat penyelesaian sengketa investasi melalui mekanisme di luar pengadilan sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Pasal 32 UU Penanaman Modal secara jelas menyebutkan pengggunaan musyawarah dan mufakat dalam penyelesaian sengketa investasi. Namun belum ada regulasi yang secara khusus ‘mewajibkan’ mediasi lebih dahulu jika terjadi sengketa investasi. Yang ada adalah peraturan yang bersifat umum, yakni Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. (Baca juga: 50 PP Telah Lahir, Mana yang Lebih Relevan dengan Anda?).
Gagasan dari DPC Peradi Jakarta itu mendapat sambutan dari BKPM. Riyatno, Kepala Pusat Bantuan Hukum BPKM, mengatakan mediasi sangat baik bagi penyelesaian sengketa investasi dengan pendekatan win-win solution. Apalagi jika sengketa terjadi antara Pemerintah dengan penanam modal (investor). Ia mengakui pilihan arbitrase di luar negeri seringkali menguras sumber daya dan dana yang lebih besar dan sulit diprediksi, sementara litigasi di pengadilan akan menghabiskan waktu yang lebih lama disamping reputasi yang masih rendah dari peradilan di Indonesia. Pemerintah jauh lebih bisa berhemat dari anggaran tidak terduga akibat sengketa investasi. “Kalau bisa dengan mediasi kenapa tidak?,” tegasnya.
Sejumlah pengacara juga mengapresiasi keunggulan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Srimiguna, lawyer yang pernah menjadi Sekretaris Umum Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, meyakini mediasi sangat berguna mengurangi biaya perkara dan kerugian yang harus ditanggung kedua belah pihak.
Srimiguna menceritakan pengalaman menyelesaian sengketa melalui mediasi. Di arbitrase sebenarnya sudah diharuskan membayar 12 miliar rupiah. Tetapi lewat mediasi, kedua pihak bisa deal tanpa bunga dan denda pokoknya pun dikurangi. Eksekusi yang dimintakan ke pengadilan pun urung dilakukan lawan. Semua itu tercapai lewat mediasi.
Menurut dia, keberhasilan mediasi sangat berkaitan dengan kemampuan advokat menjelaskan dengan baik dampak keuntungan bagi kliennya. Seringkali klien sulit diyakinkan karena merasa dalam posisi benar, walaupun jika sengketa diteruskan secara litigasi akan mendatangkan kerugian lebih besar bagi klien itu sendiri.
Johannes C.S-Engel, lawyer dari AKSET Law Firm, juga mengajukan pandangan senada. “Mediasi tidak berhasil karena kepentingan ekonomi yang tidak mau ditawar, para pihak tidak berhasil menurunkan harapan mereka secara ekonomis,” katanya pada hukumonline usai acara.
Toh, ada juga kegagalan mediasi karena prosesnya dipersulit pengacara. Maddenleo T. Siagian, advokat pemilik firma Madden Siagian & Partners, menduga ada advokat yang enggan memaksimalkan mediasi karena berkaitan dengan honorarium. Semakin panjang proses ke pengadilan, honorarium bisa semakin besar. “Juga banyak dipengaruhi oleh peran advokat yang justru memperlama proses, karena mungkin bayaran itu akan lebih banyak ketika dia memperlama proses,” ujarnya. “Sebetulnya yang kita perlu itu adalah untuk mempercepat proses penyelesaiannya, mediasi sangat diperlukan untuk itu,” tambahnya.
Nirmala, advokat muda yang juga dosen di Universitas Bina Nusantara, melihat bahwa mediasi masih diragukan oleh banyak klien karena sifatnya yang sukarela dan masih berpeluang kembali berperkara ke pengadilan. “Sedangkan putusan pengadilan aja yang berkekuatan hukum tetap, masih bisa di-challenge. Kepercayaan orang kurang, karena merasa maunya yang pasti, orang masih belum paham,” kata Nirmala.
Anggapan tentang mediasi untuk menyelesaikan sengketa justru sering pula dianggap klien akan memperlambat proses penyelesaian sengketa karena pada akhirnya akan berujung di pengadilan.
Upaya untuk menjadikan mediasi sebagai solusi cepat sengketa investasi masih menjadi harapan. Peradi melalui acara ini berharap advokat ikut berperan aktif untuk mengedepankan upaya mediasi bagi kliennya meskipun belum ada lembaga atau regulasi khusus yang mendorong penggunaan mediasi dalam sengketa investasi. (Baca juga: Perbaiki Peringkat EODB, Pemerintah Fokus Perbaiki Peraturan Teknis).
Namun pembentukan Pusat Mediasi Investasi itu baru sebatas gagasan yang belum tentu terwujud dalam waktu dekat. “Mohon maaf sampai sekarang memang Bapak Kepala (BKPM) belum memberikan arahan berikutnya khusus untuk pembentukannya,” dalih Riyatno.
Kemudahan dalam berinvestasi sangat dibutuhkan untuk menarik calon investor dari dalam dan luar negeri. Kinerja BKPM selama sepuluh tahun sejak revisi UU Penanaman Modal dirasakan para advokat telah sangat baik dalam melancarkan prosedur perizinan klien mereka yang menjadi investor, terutama investor luar negeri.
Akan tetapi, penyelesaian sengketa investasi yang cukup sering terjadi dalam tahapan selanjutnya belum mendapatkan perhatian sesuai harapan. Padahal perlindungan hukum dalam pelaksanaan usaha juga dibutuhkan para investor disamping kepastian hukum soal prosedur perizinan. Salah satu peserta seminar menanggapi narasumber dengan contoh model Badan Mediasi Asuransi dalam sektor usaha perasuransian yang sangat membantu proses penyelesaian sengketa tanpa perlu melanjutkannya ke pengadilan. (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58edeb380fca2/peradi-usulkan-pembentukan-pusat-mediasi-investasi)
Komentar
Posting Komentar