Siapa
yang sangka dibalik sikap tegas dalam memimpin umat Islam, Khalifah Umar bin
Al-Kathab R.A tertegun melihat seorang pengadil atau pengacara yang bernama
Syuraih.
Kisah
klasik itu bermula ketika Umar tengah melakukan perjalan ke beberapa dusun di
wilayah Madinah. Dalam perjalanan siar agamanya itu, Umar tertarik dengan
seekor kuda yang tengah di pajang di salah satu sudut dusun di Madinah.
Melihat
cocok dengan penampakan luar kuda itu, Umar tertarik untuk memilikinya. Usai
kesepakatan dengan si penjual, Umar langsung menunggangi kuda itu seraya menuju
pulang ke rumahnya yang juga berada di wilayah Madinah.
Namun
berjalan belum jauh dengan kuda itu, tiba-tiba kuda itu menjadi cacat dan tak
mampu melanjutkan perjalanan. Merasa tertipu, Umar pun membawanya kembali
kepada penjual kuda tersebut. Dengan maksud menukar dengan kuda yang baru.
“Aku
kembalikan kudamu ini karena dia cacat,” kata Umat kepada si penjual kuda.
Merasa
tak ada yang salah dalam barang dagangannya, si penjual itu kekeuh tak mau
menukar kudanya yang telah di jual ke Umar.
“Baiklah,
kalau begitu kita cari orang yang akan memutuskan permasalahan ini,” ucap Umar.
“Aku
setuju, aku ingin Syuraih bin Al Harits al Kindi menjadi qadhi bagi kita
berdua,” ujar si penjual kuda menimpali tantangan Umar.
Sudah
kepalang tanggung dengan ucapannya, Umar pun mengajak si penjual kuda menemui
pengadil atau pengacara yang bernama Syuraih.
Dalam
pertemuan yang dilakukan di rumah Syuraih, Umar lebih dulu menjelaskan duduk
persoalannya. Kepada Syuraih, Umar menuturkan kekecewaannya lantaran merasa
tertipu dengan warga dusun itu.
Giliran
si penjual kuda yang menuturkan kejadian salah paham itu. Namun dalam pertemuan
ini, keduanya tidak menemui titik terang.
Umar
merasa dirinya berhak mengembalikan kuda itu. Sementara penjual kuda itu merasa
tak ada yang salah dengan kuda yang dijualnya.
Merasa
menghormati Umar sebagai khalifah tetapi melihat kondisi yang menemukan solusi,
Syuraih bertanya kepada Khalifah Umar Bin Khattab.
“Wahai
amirul Mukminin, apakah engkau mengambil kuda darinya dalam keadaan baik?”
tanya Syuraih kepada Umar.
“Benar,”
jawab Umar.
“Ambillah
yang telah engkau beli, wahai Amirul Mukminin atau kembalikan kuda tersebut
dalam keadaan seperti tatkala engkau membelinya,” terang Syuraih.
Melihat
pendapat Syuraih itu Umar terdiam. Umar tak menyangka bakal mendapat keputusan
seperti itu. Meski sempat tidak puas dalam hatinya, Umar tetap menerima putusan
itu.
“Hanya
beginikah pengadilan ini? Kalimat yang singkat dan hukum yang adil.
Berangkatlah ke Kufah, karena aku mengangkatmu menjadi Qadhi (hakim – red) di
sana,” kata Umar kepada Syuraih.
Sejak
itulah Syuraih menjadi hakim di Kuffah, Irak. Bagi masyarakat Madinah sosok
Syuraih dikenal dengan kecerdasannya.
Ketika
menjadi hakim di Irak, dia dikenal dengan keputusannya yang selalu bersikap
netral dan terkenal bersih dalam upaya sogokan. (Dari berbagai sumber).
Komentar
Posting Komentar