Langsung ke konten utama

Berstatus Justice Collaborator, Damayanti Dituntut 6 Tahun Bui


Damayanti berterima kasih kepada KPK karena mempertimbangkan statusnya sebagai justice collaborator.
Novrieza Rahmy
Dibaca: 1565 Tanggapan0
Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi Iskandar Marwanto meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama enam tahun terhadap mantan anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti. "Dan denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan," katanya saat membacakan amar tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/8).
 
Iskandar juga meminta majelis menghukum Damayanti dengan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik atau hak dipilih dalam jabatan publik. Pencabutan hak politik tersebut berlaku selama lima tahun sejak Damayanti selesai menjalani masa pidana berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht).
 
Damayanti bersama-sama Budi Supriyanto, Dessy Ariyati Edwin, dan Julia Prasetyarini dianggap terbukti menerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir. Suap yang diterima Damayanti sebesar Sing$732 ribu dan Rp1 miliar (dalam dollar Amerika Serikat) atau jika diakumulasikan berjumlah lebih dari Rp8 miliar.
 
Salah satu hal meringankan yang dipertimbangkan penuntut umum adalah status Damayanti sebagai pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) sesuai keputusan pimpinan KPK tanggal 19 Agustus 2016. Meski Damayanti dianggap pelaku utama dalam perkaranya, politikus PDIP ini dinilai bukan orang yang memiliki motivasi untuk mencari jatah program aspirasi. (Baca juga: Berstatus Justice Collaborator, Anak Buah Damayanti Dituntut 5 Tahun)
 
Terlebih lagi, menurut Iskandar, Damayanti telah bersikap kooperatif dengan mengembalikan uang yang diterimanya kepada KPK, serta memberikan keterangan dan bukti signifikan, sehingga membantu KPK mengungkap keterlibatan pelaku lain, yakni Budi Supriyanto (anggota Komisi V DPR dari fraksi Golkar) dan Amran Hi Mustary.
 
Saat ini, perkara Budi tengah disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan perkara Amran akan segera disidangkan. Amran selaku Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara diduga turut serta mengatur penyaluran proyek program aspirasi DPR dan menerima uang sejumlah Rp15,606 miliar dan Sing$223.270.
 
Iskandar mengungkapkan, berdasarkan alat bukti di persidangan, didapat fakta uang yang diterima Damayanti dimaksudkan untuk menggerakan Damayanti agar mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakan Budi agar mengusulkan pekerjaan konstruksi Jalan Werinamu-Laimu di Wilayah BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
 
Proyek-proyek itu dimasukan sebagai usulan 'program aspirasi' anggota Komisi V DPR supaya masuk dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran (TA) 2016 yang nantinya akan dikerjakan oleh PT WTU.  (Baca Juga: “Ijon” Program Dana Aspirasi Damayanti Seharga Lebih Rp8 Miliar)
 
Bermula pada Agustus 2015. Damayanti bersama anggota Komisi V, Fary Djemi Francis, Michael Watimena, Yudi Widiana Adia, dan Mohammad Toha melakukan kunjungan kerja ke Maluku dan bertemu Kepala BPJN IX Amran Hi Mustary. Lalu, Amran mempresentasikan program-program yang akan diusulkan BPJN IX ke dalam APBN TA 2016 Kementerian PUPR. 
 
Dalam rangka penyusunan APBN TA 2016, dilaksanakan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi V dengan Kementerian PUPR pada September 2015 di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat. Amran menyampaikan ke Damayanti, "Bu, nanti aspirasi ibu ditaruh di tempat saya aja di Maluku, nanti ajak temen-temen yang mau siapa" yang dijawab Damayanti, "Ya, nanti saya kabari". 
 
Kemudian, pada Oktober 2015, Damayanti mengajak temannya, Dessy dan Julia bertemu Budi, Amran, serta dua anggota Komisi V dari Fraksi PKB, Fathan dan Alamuddin Dimyati Rois di Hotel Ambhara, Jakarta Selatan. Amran menyampaikan program pembangunan TA 2016, antara lain kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan konstruksi Jalan Werinamu-Laimu di Maluku. 
 
Selain itu, lanjut Iskandar, Amran juga menyampaikan adanya fee 6 persen dari nilai program yang akan diberikan kepada masing-masing anggota Komisi V yang mengusulkan program tersebut sebagai 'program aspirasi'. Atas penyampaian Amran, Damayanti sempat menawar tujuh persen, tetapi Amran mengatakan fee di wilayah Maluku tidak sebesar itu.
 
Amran pun menyampaikan bahwa fee akan disiapkan oleh masing-masing rekanan. Lantas, Damayanti, Budi, Fathan, dan Alamuddin menyatakan kesiapan mereka untuk menjadikan beberapa program BPJN IX sebagai usulan "program aspirasi" Komisi V yang akan diupayakan masuk ke dalam RAPBN TA 2016. 
 
Selanjutnya, Damayanti, Budi, Dessy, Julia, Fathan, Alamuddin, serta beberapa staf BPJN IX membahas judul-judul "program aspirasi" anggota Komisi V. Pekerjaan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu yang merupakan "program aspirasi" Damayanti diberi kode "1E" dan pekerjaan konstruksi Jalan Werinamu-Laimu yang merupakan "program aspirasi" Budi diberi kode "2D".  (Baca Juga: Ini Dampak Perbedaan Pandangan Penetapan Justice Collaborator di Pengadilan)
 
Sementara, usulan "program aspirasi" milik Fathan dan Alamuddin ternyata tak terdapat dalam "program aspirasi" Komisi V yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR. Amran menyampaikan, "program aspirasi" Damayanti dan Budi yang masing-masing senilai Rp41 miliar dan Rp50 miliar akan dikerjakan oleh rekanan, salah satunya Abdul Khoir. 
 
Mengetahui "program aspirasi" miliknya masuk dalam RAPBN TA 2016, Damayanti memerintahkan Dessy menghubungi Abdul untuk menanyakan realisasi fee. Alhasil, pada 25 November 2015, Abdul memerintahkan stafnya, Erwantoro menyiapkan uang sejumlah Rp3,28 miliar untuk ditukarkan dalam mata uang dollar Singapura sejumlah Sing$328 ribu. 
 
Abdul menyerahkan uang itu kepada Damayanti, Dessy, dan Julia di restauran Meradelima, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan perincian Sing$245,7 ribu untuk Damayanti, Sing$41,15 ribu masing-masing untuk Dessy dan Julia. Lalu, Abdul memberikan lagi Rp1 miliar untuk memenuhi permintaan Damayanti dalam rangka keperluan Pilkada di Jawa Tengah.
 
Iskandar menjelaskan, uang itu dalam bentuk dollar Amerika Serikat kepada Dessy dan Julia di kantor Kementerian PUPR. Damayanti memberikan Rp300 juta kepada calon Walikota Semarang Hendrar Prihadi melalui Farkhan Hilmie. Sebagian lagi, diberikan kepada Widya Kandi Susanti dan Gus Hilmi, calon Bupati dan Wakil Bupati Kendal masing-masing Rp150 juta.  
 
Sisanya, Rp400 juta dibagikan kepada Dessy dan Julia masing-masing Rp100 juta, serta Damayanti Rp200 juta. Selain menerima fee miliknya, Damayanti juga menerima fee milik Sing$404 ribu atau setara Rp4 miliar sebagaimana permintaan Budi kepada Abdul. Uang itu diserahkan Abdul melalui Julia di food court Pasaraya Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.  (Baca Juga: Walikota Semarang Akui Terima Uang dari Damayanti)
 
Bertempat di restauran Soto Kudus Blok M di Jl Tebet Raya No.10A, Jakarta Selatan, 11 Januari 2016, Julia menyerahkan uang bagian Budi sebesar Sing$305 ribu. Pada 13 Januari 2016, bertempat di Jl Tebet Barat Dalam VII G/2, Julia menyerahkan uang Sing$33 ribu bagian Damayanti  melalui Leny Mulyani dan Sahyo Samsudin alias Ayong. 
 
Leny dan Sahyo merupakan orang suruhan Damayanti. Setelah itu, Dessy menjemput Julia, dan Julia pun menyerahkan uang Sing$33 ribu bagian Dessy di dalam mobil Honda HRV dengan nomor polisi B 213 NTA. "Pada malam harinya, terdakwa, Julia, Dessy, dan Abdul beserta barang bukti uang yang diterimanya diamankan oleh petugas KPK," tutur Iskandar.
 
Atas perbuatannya, Damayanti dianggap penuntut umum telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana Pasal 12 huruf a UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP 
 
Menanggapi tuntutan tersebut, Damayanti dan pengacaranya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi). Ketua majelis hakim, Sumpeno memberikan waktu lebih dari satu minggu kepada pihak Damayanti untuk mengajukan pledoi. Sumpeno mengagendakan sidang pembacaan pledoi pada 7 September 2016.
 
Usai sidang, Damayanti mengucapkan terima kasih kepada penuntut umum yang telah mempertimbangkan status justice collaborator sebagai alasan meringankan. "Apa yang saya lakukan berarti dihargai oleh penuntut umum, pimpinan KPK, dan para penyidik. Terima kasih atas semua kerja samanya," katanya.

Komentar

Top

“Putusan Ganti Rugi 2 M Adalah Putusan Manusiawi”

Postingan populer dari blog ini

“Putusan Ganti Rugi 2 M Adalah Putusan Manusiawi”