Foto: istimewa
Beberapa waktu lalu kasus cubitan guru ke muridnya di Sidoarjo, Jawa Timur ramai diperbincangkan publik. Kasus itu sempat sampai ke pengadilan, walau akhirnya berujung damai. Dari kasus itu, muncul suara publik menyikapi, ada yang pro dengan tindakan guru, ada juga yang kontra.Yang pro dengan guru menilai kalau hukuman cubitan, bila memang siswa tersebut bandel dan tak bisa diberi nasihat layak diberikan. Sedang yang kontra menilai apapun tindakan guru hukuman tak boleh melukai siswa. Guru harus mendidik dengan kasih sayang.
Nah, ramai soal pro kontra itu, beredar juga surat perjanjian antara sekolah dan orangtua siswa. Di surat itu tertulis bila orangtua ingin anaknya bersekolah harus menandatangani sejumlah kesepakatan. Berikut perjanjiannya:
Tidak akan menuntut pihak sekolah/guru apabila
1. Dicubit sampai merah/biru karena terlambat
2. Dipotong rambutnya karena gondrong
3. Dijemur di lapangan upacara karena tidak mengerjakan tugas
4. Disuruh push up karena berisik di kelas
5. Dijewer karena pakaian tidak rapi
6. Dan hukuman lainnya yang disesuaikan dengan tingkat kesalahan
Di surat perjanjian itu tertulis orangtua tidak boleh melaporkan ke pihak berwajib apabila hukuman diberikan karena siswa tidak disiplin, lalai, susah diatur, dan meresahkan lingkungan sekolah.
Surat ini kabarnya sudah dipakai di beberapa sekolah dalam penerimaan siswa. Memang bukan tanpa alasan, ada beberapa kasus guru dipolisikan karena cubitan atau memotong rambut.
Menjadi pertanyaan menarik, apakah perjanjian ini diperlukan dalam dunia pendidikan? Silakan berbagi ke redaksi@detik,com, sampaikan pendapat Anda jangan lupa sertakan nama dan nomor kontak.
(dtc)
Komentar
Posting Komentar